Monday, April 11, 2011

Dicari: Hidup Sempurna

"(Lebih) tinggi. Tegap. Pintar. Tidak terlalu serius. Tidak jaim, apalagi sok alim."

Picky? Terlalu pilih-pilih? Bisa jadi. Tidak masuk akal? Justru sebaliknya, sangat masuk akal. Semakin lama hidup sendiri, semakin susah untuk menemukan compatible companion yang bisa menyesuaikan dengan kebiasaan diri yang sudah terbentuk bertahun-tahun. 


Karena itu, menurutku mereka yang semakin "tidak pilih-pilih" ketika mereka memasuki "usia kritis" a la Asia itu nanggung. Udah lama menunggu pasangan yg tepat, apalah artinya menunggu lebih lama lagi. Bukankah begitu? :)


Terus terang, saya kini tidak begitu senang untuk pulang ke Surabaya. Makanannya enak-enak, kamar saya di rumah bikin tidur nyenyak, dan bertemu dengan keluarga dan teman pun tentunya bisa sangat menyenangkan. Tapi nyatanya, tidak demikian.


Ketika saya pulang, saya harus banyak bercerita. Meski seorang jurnalis, saya sesungguhnya tidak suka terlalu berkata-kata tentang diri sendiri. Rindu orang tua dan kakak, tentu. Tapi ketika saya menginjak rumah, saya bukan lagi anggota yang dulu pernah tinggal selama 22 tahun di sana. Saya bukanlah si bungsu yang selalu kurang hak suara. Selama beberapa tahun hidup sendiri, saya sudah tumbuh menjadi seseorang yang sangat individual dan penuh perhitungan dalam bertindak.

Sempat terpikir untuk membuka situs airlines dan mengklik tombol beli di halaman "Jakarta-Surabaya". Namun, begitu teringat bahwa saya harus bercerita panjang-lebar dan menjelaskan ini-itu, perasaan kangen itu terpaksa dikubur dalam-dalam. Begitu juga dengan pandangan teman-teman akrab yang sepertinya mulai mengkhawatirkan keadaan "solo" saya, namun hanya mampu memandang dengan iba dan bersikap sangat hati-hati supaya tidak menyinggung ketika mereka dengan antusiasnya menceritakan tentang role mereka sebagai ibu-ibu muda. Girls, I really am happy for you.


Lalu, mama sering mengirim pesan berisi ayat-ayat dan nasihat untuk jangan lupa pergi beribadah. Seakan-akan selama bertahun-tahun ini saya tidak pernah melakukannya. Beliau tahu jiwa pemberontak saya sedari dulu, namun tetap melakukannya. Dulu, saya tidak begitu perlu belajar kala sekolah. Saya akan belajar secukupnya, namun tidak sekali ketika disuruh. Maka dari itu, mama, saya tidak perlu diingatkan.


Tuhan itu baik, saya tahu. Tuhan cinta saya dan dia, saya pun tahu. Namun, ketika akal tidak bisa menerima keabsenan suatu makna dan pesan supernatural yang tersirat, hati pun tak kuasa untuk tak berontak.

Saya tahu ada banyak orang yang hidup sekian lama hingga mati tanpa mengetahui tujuan hidupnya. Lalu, ada sebagian kecil mereka yang sudah mengetahuinya sedari awal. They called it prodigy. Saya harap saya termasuk yang terakhir.


Kalau tidak, apalah gunanya otak dan tangan luar biasa yang telah dianugerahkan Tuhan pada saya ini?

1 comment:

Anonymous said...

Hidup itu indah
tinggal bagaimana cara kita bisa menikmati nya.
Tuhan sudah siapkan pasangan bagi anak"Nya, tinggal bagaimana cara kita menerimanya.
Hidup bersama pasangan pasti membutuhkan SELF CONTROL, tinggal mau atau tidak diri kita melakukanya.
Intinya adalah semua berasal dari dalam diri kita sendiri

Semoga kamu bisa menikmati hidupmu
dan selalu bersyukur kepadaNya
Semoga Sukses ya.. :)