Almost all men sucks. Pernyataan ini bukan tanpa bukti atau sekedar perkataan penuh kemarahan dan sakit hati. Tapi memang menurut analisa dan pengamatan saya sejauh ini begitu. Saya tidak akan minta nama dan alamat saya dirahasiakan, karena siapapun yang mau mengkritik artikel ini saya persilahkan dengan hormat.
Pria. Lelaki. Pemuda. Apapun sebutannya, mereka sudah hidup bersama wanita sejak dari taman Eden. Dalam perkembangannya entah kenapa, lebih mudah dihasilkan kromosom xx daripada kromosom xy… dan jadilah penduduk pria lebih sedikit daripada lawan jenisnya. Pria, menurut penelitian buku-buku ilmiah, lebih banyak menggunakan otak kirinya daripada otak kanan. Lebih jauh lagi, mereka kurang mempunyai kemampuan menggunakan otak kanan dan kiri secara bersamaan, berbeda dengan wanita. Pria, menurut kodratnya, tidak juga memiliki kemampuan untuk menstruasi, melahirkan atau menyusui. They only produce. Pria, sedari kecil dididik, dilatih dan dibesarkan untuk menjadi sosok yang dominan, kuat, keras, tangguh dan fearless (meski begitu dalam sebuah uji coba yang pernah dilakukan, terbukti bahwa pria mempunyai kadar rasa takut yang sama seperti wanita, bahkan lebih). Tidak seperti wanita, pria digariskan menjadi penerus silsilah dan oleh karena itu harus menjadi sosok yang dapat membanggakan nenek moyang. Karena itu jika kemudian kita bertemu pria yang jauh dari criteria yang dicanangkan, kita semua akan mencibir “…and he still consider himself as a man…”
Dalam berhubungan, pria cenderung main logika dan ketertarikan fisik tehadap wanita (pengecualian bagi kaum gay). Tak heran, karena di dalam pikiran mereka, sex mendapat “porsi” cukup banyak. Karena itu kemudian muncul slogan yang berkata “men think about sex every 6 second” …or even less than 6 second. Bila anda pernah membaca sebuah novel karya pengarang newbies mengenai hinanya hidup jomblo, maka anda akan tahu sedikit alasan mengapa menjadi pria itu susah. Untuk mendapatkan wanita, mahluk yang sangat didambanya, pria harus melakukan berbagai pendekatan agresif. Mengapa? Karena pria yang butuh penyaluran. Pria yang tidak bisa duduk dan menunggu saja. Pria yang dilahirkan dengan naluri “berburu”. Bila mereka tidak menyerang, mereka tidak akan dapat mengaktualisasikan dirinya dan membuktikan egonya.
Why men need ego? Baca kembali runutan alasan di atas.
Wanita butuh pria. Tentu. Wanita butuh sex. Sudah Pasti. Tapi itu bukan seperti nasi bagi perut orang Indonesia. Pria butuh merasakan wanita. Dan karena jumlahnya lebih banyak, mereka lantas merasa dapat memilih wanita mana yang mereka suka dengan mudah. Walau pada kenyataannya wanitalah yang mengambil keputusan. Yes, you can call me… Yes, you can kiss me… Yes, you can touch me. Nah, untuk memperoleh ‘persetujuan’ semacam demikian, pria memutar otak dan menetaskan ide-ide cemerlang berupa yang kini dikenal dengan nama rayuan. Hey, you can’t blame them, karena mereka hanya berusaha bertahan hidup dalam kerasnya persaingan dan humiliasi. Pada dasarnya, rayuan itu hanya dimaksudkan untuk mengambil hati wanita. Masalah itu benar-benar dating dari hati, hmm… sangat diragukan… karena lagi-lagi pria berpikir dengan logika dan masalah ‘hati’ tadi mungkin terabaikan tanpa disadari atau disengaja. Lalu muncullah janji-janji, ucapan “gombal” yang konon kabarnya mampu meluluhlantakkan “dinding” wanita. Mereka bilang wanita suka di”gombal”i (but, hey, who doesn’t like being flattered?). Pria takut tanpa perbuatan atau kata-kata bombastis wanita akan menolaknya. Tanpa wanita, pria merasakan kehampaan. Kegagalan. Kesedihan. Tanpa wanita, pria tidak akan bisa membuktikan dirinya pria, dan meneruskan kebanggaannya. Like I said, pria butuh pengakuan.
Karena itu, for all you women out there, jika suatu saat bertemu seorang pria yang payah, selalu ingat bahwa almost all of them are suck. Because it is really hard to be an ideal man for women. Tinggal apakah wanita mau menerima kepayahan mereka atau meninggalkannya. Pokoknya simpan sakit hatimu, karena itu tidak sepadan.
Saya sama sekali bukan pembenci pria. I love men. I have tasted (well, some of…) them. Dan percayalah, artikel ini hanya sebuah pernyataan tanpa tendensi melecehkan. Karena itu, bagi pria yang membaca ini, daripada marah-marah dan mengkritik tulisan ini, bagaimana kalau buktikan saja kalau pernyataan ini benar… sehingga pasangan anda dapat berkata dengan bangga: “Almost all men sucks, but not my man.”
Friday, February 06, 2004
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment